Rabu, 20 Oktober 2010

ANALISIS PERBEDAAN KONSELING BIASA DENGAN KONSELING LINTAS BUDAYA

oleh:
FAHMI FAQIH ARDIANSYAH
RISKI ERDIANTORO
FERY SETYAWAN HANDOKO

Konseling merupakan pekerjaan profesional seperti halnya guru. Sebagai suatu pekerjaan profesional menuntut dimilkinya sejumlah kompetensi dan keterampilan tertentu. Selain itu, konseling juga merupakan suatu proses. Dalam setiap tahapan proses konseling memerlukan penerapan keterampilan-keterampilan tertentu. Agara proses konseling dapat berjalan secara lancara dan tujuannya tercapai secara efektif dan efisien, konselor harus mampu mengimplementasikan keterampilan-keterampilan tertentu yang relevan. Konselor yang terampil adalah yang mengetahui dan memahami sejumlah keterampilan tertentu dan mampu mengimplementasikannya dalam proses konseling.
Salah satu keterampilan konselor yang harus dikuasai adalah memahami budaya konseli dan juga budaya lingkungan sekolah. Hal ini penting karena tugas konselor adalah membantu siswa berkembang dengan optimal. Perkembangan yang optimal itu harus sesuai dengan budaya yang dianut oleh siswa sebagai hasil belajra dari keluarga dan lingkungan sosialnya.
Konseling merupakan suatu proses yang melibatkan perilaku individu, partisipan yang terkait di dalamnya yaitu konselor dan klien serta unsur yang terkait yaitu interaksi dan situasi internal dan eksternal. Untuk dapat melakukan proses konseling diperlukan pemahaman yang komprehensif terhadap aspek-aspek tersebut, guna mengoptimalkan pelaksanaan konseling.
Ke dalam proses konseling, konselor dan klien membawa serta karakteristik-karakteristik psikologisnya, seperti kecerdasan, bakat, minat, sikap, motivasi, kehendak, dan tendensi-tendensi kepribadian lainnya. Sejauh ini, teori-teori konseling banyak perhatian diberikan terhadap aspek-aspek psikologis tersebut, dan masih kurang perhatian terhadap latar belakang budaya yang ikut membentuk prilaku individu. Misalnya, etnik, afialiasi kelompok, keyakinan, nilai-nilai, norma-norma, kebiasaan, bahasa baik verbal maupun nonverbal, dan termasuk bias-bias yang dibawa dari budayanya.
Di pandang dari perspektif lintas budaya, situasi konseling adalah sebuah ‘perjumpaan kultural’ (cultural encounter) antara konselor dengan klien atau a cultural solution to personal problem solving. Dalam proses konseling terjadi proses belajar, tranferensi dan kounter-transferensi, dan saling menilai. Pada keduanya, juga terjadi saling menarik inferensi. Dari segi konselor, ketepatan inferensi yang kemudian mendasari tindakannya dalam konseling tergantung pada kemampuan pemahaman secara utuh terhadap klien. Dari segi klien, ketepatan inferensi merujuk pada pola-pola perilaku yang dimiliki sebelumnya. Masalah akan timbul manakala ada inkongruensi antara persepsi dan nilai-nilai yang menjadi referensi kedua belah pihak, dan sumber terjadinya distorsi yang sangat besar adalah ketidakpekaan konselor terhadap latar belakang budaya klien.

Kompetensi Lintas Budaya dan Tujuannya
I. Kesadaran Konselor akan Nilai-nilai pada Kebudayaannya dan Bias yang mungkin muncul
A. Sikap dan Keyakinan
1) Konselor yang handal telah menyadari keberadaan budaya dan sensitif terhadap kebudayaan yang diwarisinya,menilai dan menghargai perbedaan
2) Konselor yang handal sadar bahwa latar belakang kebudayaan yang dimilikinya, pengalaman sikap, nilai, dan biasmempengaruhi proses psikologis
3) Konselor yang handal mampu mengenali batas kemampuan dan keahliannya
4) Konselor yang handal merasa nyaman dengan perbedaan yang ada antara dirinya dan klien dalam bentuk ras, etnik,kebudayaan, dan kepercayaan
B. Pengetahuan
1) Konselor yang handal memiliki pengetahuan tentang ras dan kebudayaannya sendiri dan bagaimana hal tersebutmempengaruhi secara personal dan profesional pandangannya tentang normal dan abnormal dan proses dalamkonseling
2) Konselor yang handal mengetahui dan memahami bahwa tekanan, ras, diskriminasi, dan stereotipe mempengaruhimereka secara personal dan dalam pekerjaannya.
3) Konselor yang handal mengetahui dampak sosialnya terhadap orang lain. Pengetahuan mereka tentang perbedaan komunikasi, bagaimana gaya komunikasi ini mungkin akan menimbulkan perselisihan atau membantu perkembangan dalam proses konseling pada klien minoritas, dan bagaimana cara mengantisipasi dampak yang mungkin terjadi pada orang lain
C. Keterampilan
1) Konselor yang handal mencari: pendidikan, konsultasi, dan pengalaman pelatihan untuk memperbaiki pemahaman dan keefektifan dalam bekerja dengan populasi dari budaya yang berbeda. Mengenali keterbatasan, mereka: a) mencari konsultasi, b) mencari pelatihan dan pendidikan lebih lanjut, c) menjadi individu yang berkualifikasi atau berwawasan, atau d) kombinasi dari ketiganya
2) Konselor yang handal secara konsisten mencari pemahaman terhadap diri mereka sebagai ras dan kebudayaan dan secara aktif mencari identias non-ras
II. Kesadaran Konselor terhadap Pandangan Klien
A. Sikap dan Keyakinan
1) Konselor yang handal sadar bahwa reaksi emosional yang negatif terhadap ras lain dan kelompok etnik yang bisa
2) menggangu klien dalam konseling. Mereka hendaknya mempertentangkannya antara sikap dan keyakinan mereka
3) dengan sikap dan keyakinan klien dengan cara yang tidak memberikan penilaian.
4) Konselor yang handal sadar stereotip mereka dan mempertimbangkan dugaan-dugaan yang mereka simpan terhadap
5) ras lain dan kelompok etnik minoritas
B. Pengetahuan
1) Konselor yang handal memiliki pengetahuan dan informasi yang spesifik tentang kelompok yang diajak bekerja sama.
2) Mereka menyadari pengalaman, kebudayaan yang diwariskan, latar belakang sejarah klien dari kebudayaan yang berbeda
3) BK | Bimbingan dan Konseling Indonesia
4) http://konselingindonesia.com Menggunakan Joomla! Generated: 11 October, 2009, 16:57 Konselor yang handal memahami bagaimana ras, kebudayaan, etnik, dsb mungkin mempengaruhi struktur
5) kepribadian, pilihan karir, manifestasi gangguan psikologis, perilaku mencari bantuan, dan kecocokan dan
6) ketidakcocokan dari pendekatan konselingKonselor yang handal memahami dan memiliki pengetahuan tentang sosiopolitik mempengaruhi yang bergeseran
7) dengan kehidupan ras, etnik minoritas. Isu imigrasi, kemiskinan, rasisme, stereotipe, dan ketidakberdayaan semuanya
8) meninggalkan kesan buruk yang mungkin mempengaruhi proses konseling
C. Keterampilan
1) Konselor yang handal seharusnya terbiasa dengan penelitian yang relevan dan penemuan terbaru mengenai kesehatan mental dan gangguan mental dari berbagai kelompok etnik dan ras.
2) Konselor yang handal menjadi aktif terlibat dengan individu yang berasal dari luar setting konseling (even komunitas, fungsi sosial dan politik, perayaan, pertemanan, bertetangga, dsb) sehingga perspektif mereka mengenai kaum minoritas tidak hanya sekedar akademik atau pelatihan saja.
III. Strategi Intervensi yang Cocok Berdasarkan Kebudayaan
A. Sikap dan Keyakinan
1) Konselor yang handal menghargai agama, keyakinan dan nilai yang dimiliki oleh klien, termasuk atribut dan hal-hal yangbersifat tabu, karena hal tersebut mempengaruhi kemenduniaan pandangan mereka, fungsi psikososial, dan eksresi terhadap stress
2) Konselor yang handal menghargai ketulusan pertolongan dan menghargai jaringan pertolongan instrinsik kaum minoritas
3) Konselor yang handal menghargai bilingualisme dan tidak memandang bahasa asing sebagai penghalang dalam konseling (monolingual sebagai penjahat)
B. Pengetahuan
1) Konselor yang handal memiliki pengetahuan yang jelas dan eksplisit dan memahami karakteristik umum dari konseling dan terapi (batasan dalam budaya, batasan dalam kelas, dan monolungual) dan bagaimana mereka memiliki pertentangan dengan nilai kebudayaan dari berbagai kelompok minoritas lainnya
2) Konselor yang handal menyadari hambatan instistusional yang menghambat kaum minoritas dalam mendapatkan pelayanan kesehatan mental
3) Konselor yang handal memiliki pengetahuan tentang potensi bias dalam intsrumen asesmen dan penggunaan prosedur dan interpretasi yang ditemukan dalam budaya dan karakteristik bahasa dari klien
4) Konselor yang handal memiliki pengetahuan tentang struktur keluarga, hirarki, nilai dan keyakinan. Mereka memiliki pengetahuan yang cukup mengenai karakteristik komunitas dan sumber-sumber komunitas seperti keluarga
5) Konselor yang handal sebaiknya menyadari bahwa perbedaan tingkat sosial dan komunitas dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis pada populasi yang diberikan pelayanan
C. Keterampilan
1) Konselor yang handal mampu memberikan respon berupa verbal maupun nonverbal dalam memberikan pertolongan. Mereka mampu memberikan dan menerima kedua pesan tersebut secara tepat dan akurat
2) Konselor yang handal mampu melatih keterampilan intervensi institusi pada klien pada umumnya. Mereka dapat memahami apakah akar permasalahan adalah rasisme atau bias diantara mereka (konsep paranoid) sehingga klien tidak salah dalam mengenali permasalahannya
3) Konselor yang handal tidak menolak untuk berkonsultasi dengan pengobatan tradisional tokoh dan pemimpin agama, pratiktisi dalam memberikan tretman terhadap klien dari budaya yang berbeda jika diperlukan
4) Konselor yang handal bertanggung jawab terhadap interaksi bahasa yang diinginkan klien dan jika tidak mungkin untuk dilakukan maka mengalihkan kepada yang lain. Permasalahan yang serius akan muncul apabila bahasa konselor BK | Bimbingan dan Konseling Indonesia http://konselingindonesia.com Menggunakan Joomla! Generated: 11 October, 2009, 16:57 tidak cocok dengan bahasa klien. Dalam kasus ini, konselor sebaiknya a) mencari penterjemah dengan pengetahuan tentang budaya dan latar belakang professional yang sesuai, dan b). mengalihtangankan pada konselor yang lebih berkompeten dan berpengetahuan dalam dwi bahasa
5) Konselor yang handal telah terlatih dan ahli dalam menggunakan berbagai intsrumen dan tes. Mereka tidak hanya sekedar mampu menggunakan tetapi mereka juga menyadari keterbatasan kebudayaan.
6) Konselor yang handal sebaiknya bermaksud untuk menghilangkan bias, prejudis, dan pendiskriminasian
7) Konselor yang handal bertanggung jawab dalam mendidik kliennya kepada intervensi psikologis, seperti tujuan, harapan, hak-hak, dan orientasi konselor

Tidak ada komentar: