Kamis, 13 Juni 2013

Rasional Emotive Behavior Therapy



BAB 1
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
konseling REBT merupakan salah satu diantara pendekatan konseling yang dipakai dalam prktik konseling individu dan kelompok. Konseling REBT dikembangkan oleh Albert Ellis sejak tahun 1955. Albert Ellis lahir di Pittsburg, Pensylvania tahun 1913. Sebagai seorang pakar psikologi klinis, ia memulai karirnya dibidang konseling perkawinan, keluarga dan seks. Konseling REBT berawal dari ketidakpuasan Ellis terhadap praktik konseling tradisional yang dinilai kurang efisien, khususnya ancangan psikoanalitik klasik yang pernah ditekuninya. Berdasar pada temuan-temuan eksperiman dan klinisnya, Ellis memperkenalkan pendekatan baru yang lebih praktis yaitu konseling REBT. Ancangan ini menjadi populer bertepatan dengan dipublikasikannya buku perdananya “Reason And Emotion In Psychotheraphy” pada 1962.

Konseling REBT tergolong pada ancanagn konseling yang berorientasi kognitif dan merupakan salah satu bentuk aktif-direktif yang menyerupai proses pendidikan (education) dan pengajaran (teaching) dengan mempertahankan dimansi pikiran dari pada perasaan.
Oleh karena itu para konselor dan calon konselor perlu menguasai keterampilan dan pengetahuan menerapkannya dalam situasi konseling yang sesuai dengan prinsip-prinsip dasar pendekatan REBT. Konselor dan calon konselor hendaknya menguasai konsep-konsep dasar, perkembangan tingkah laku manusia dan kondisi bagi timbulnya pengubahan serta mampu menerapkannya dalam situasi praktek konseling.

1.2  Rumusan Masalah
1.2.1   Bagaimana landasan teoritik pendekatan REBT?
1.2.2   Bagaimana proses pembentukan kelompok dalam kegiatan konseling REBT?
1.2.3   Bagaimana kondisi perubahan dalam konseling REBT?
1.2.4   Bagaimana mekanisme pengubahan dalam konseling REBT?

1.3  Tujuan
1.3.1   Mengetahui landasan teoritik pendekatan REBT
1.3.2   Mengetahui proses pembentukan kelompok dalam kegiatan konseling REBT
1.3.3   Mengetahui kondisi perubahan dalam konseling REBT
1.3.4   Mengetahui mekanisme pengubahan dalam konseling REBT.
BAB 2
PEMBAHASAN
A.    Landasan Teoritik
1.      Latar Belakang
Ellis mengembangkan terapi rasional emotif karena menemukan bahwa pendekatan psikoanalisis tidak cukup untuk dipakai menangani kliennya. Ellis berpendapat bahwa pendekatan psikoanalitik sangat tidak efisien.

2.      Pendiri dan pengembang
Pendekatan ini dikembangkan oleh Albert Ellis, sejak tahun 1955.

3.      Orientasi pendekatan
·         Menekankan pada proses kognitif
·         Menekankan pada tujuan insight

4.      Hakekat manusia, kepribadian, dan perkembangan
·         Manusia adalah mahluk yang perpotensi
·         Manusia adalah mahluk berfikir, merasa, dan berbuat
·         Manusia adalah mahluk yang mudah kena pengaruh (cultural influencibility)
·         Sumebr perilaku manusia ditentukan oleh nilai atau ide-ide (pandangan)
·         Manusia memiliki verbalisasi diri dan gangguan
·         Manusia memiliki kemampuan konfrontasi dan indoktrinasi
·         Manusia adalah mahluk yang unik
5.      Pribadi sehat dan malasuai
Pribadi sehat :
·         Kekuatan nalar atau emosi, pribadi sehat dapat berfikir secara rasional mengatasi dorongan-dorongan emosional atau perasaan sehingga pribadi itu dapat mengatasi masalah dan mengatasinya secara ilmiah.
·         Emosi/perasaan yang pantas (apropriate), pribadi sehat ditandai adanya kontrol emosi dan peredaan tuntutan yang tidak layak, utopia, dan mustahil
·         Perilaku berencana, pribadi sehat dapat bertindak menuju tujuan hidup secara berencana, bertambah maju, dan bukan justru mengurusi pengalaman masa lalu.
Malasuai :
·         Adanya gangguan dalam dirinya
·         Menyalahkan diri
·         Merusak
·         Emosinya terganggu karena pikiran dan tindakan irrasional


B.     Pembentukan kelompok
1.      Konselor mengumpulkan sekelompok siswa yang mempunyai masalah relative sama,
Membangun hubungan dalam proses ini konselor harus menunjukkan bahwa ia dapat mendengar semua masalah konseli dan tidak akan dapat terkejut dengan apa yang dikatakan konseli. Konselor membantu mengatasi masalah konseli dengan cara klien sendiri dengan memberi saran atau strategi tertentu. Konselor memberitahukan harapannya terhadap kelompok dan harapan mereka masing-masing dan bagaimana konseling membantu mereka. Konselor mendengarkan dan memberi perhatian masing-masing konseli, menunjukkannya dan membantu kline menyadari bahwa mereka dapat berbagi dengan konseli yang lain namun tetap terjaga kerahasiaan diantaranya.
2.      Memulai diskusi pribadi
Pada tahap ini konselor menjelaskan proses yang akan dilalui, lalu konseli mengungkapkan masalahnya. Konselor meyakinkan konseli untuk segera menyelesaikan masalahnya.
Rasa malu, kurang percaya diri dan ragu-ragu hanya akan menghambat proses ini. Pada proses ini konseli dibantu untuk dapat lebih terbuka tentang masalahnya, mendefinisikannya dan mempelajari tingkah laku baru yang diharapkan.
3.      Mendeteksi perasaan konseli
Untuk mendeteksi perasaan konseli, konselor harus mempunyai rasa empati yang tinggi. Cara konselor mengetahui perasaan konselor dapat diperoleh dari usaha konseli untuk mengekspresikan diri, caranya menunjukkan pandangannya, pola bicaranya, caranya mengekspresikan emosi, ekspresi wajah, caranya tertawa dan menangis. Setiap konseli mempunyai cara berbeda untuk mengekspresikan emosinya. Konsleor juga harus menanyakan perasaan sebenarnya yang dihadapi konseli.
4.      Merefleksikan perasaan konseli
Untuk dapat menggunakan metode ini, konsleor harus memahami tingkah laku klien, perasaan dan kekecewaannya serta dapat mengkomunikasikan pemahaman yang akurat pada konseli.
Bila konselor mendapati konseli merasa canggung, konselor harus tetap melanjutkan metode ini. Konselor harus meyakinkan konseli tenatng alasannya menggunakan metode ini.
Ada 2 cara untuk membantu merefleksikan perasaan, yaitu:
-          Berdasar prosedur yang sudah ada
-          Berdasarkan cara klien sendiri.
5.      Menghubungkan diskusi perasaan dengan tujuan konseli
Untuk mendefinisikan tujuan konsleing, konselor harus mendengarkan diskusi konseli tentang ketakutan yang membebaninya dna memutuskan balikan yang sesuai untuk konseli untuk mendefinisikan tujuan konseling.
6.      Mendefinikan tujuan konseling
Tahap ini dimulai dengan memberitahukan prospek dari konsleing kelompok. Konselor meyakinkan konseli dengan menceritakan keberhasilan konseli yang lainnya. Tujuan konseling dirumuskan konseli, sedangkan konselor hanya membentu konseli didalam mengarahkan keputusna mereka.
7.      Membantu konseli memantau perkembangan mereka
Konselor memberi pemahaman tentang aspek-aspek yang akan dinilai. Sehingga konseli dapat memantau perkembangan dengan menggunakan daftar itu.
8.      Membantu konseli mendefinisikan tujuan khusus
Masing-masing konseli mendefnisikan tujuannya masing-masing, akna tetapi konseli melakukannya atas kesadaran mereka sendiri,tanpa tekanan untuk melai tingkah laku baru yang dipilih.
9.      Membantu konseli menjadi lebih baik
Dalam proses ini tercipta Tanya jawab tentang proses konseling dan apa yang diharapkannya dari proses konseling tersebut.
10.  Membantu konseli memahami kemampuan interpersonal untuk perubahan tingkah laku yang baru. Pada tahap ini konselor dapat menggunakan role playing sebagai media pelaksanaannya.
11.  Membantu konseli mengkomunikasikan tujuannya pada orang lain. Pada proses ini konseli didukung untuk dapat mengkomunikasikan pada orang lain yang dekat dengannya, misalnya: pada orang tua
12.  Berbagi keberhasilan. Pada proses ini konselin belajar mensyukuri keberhasilannya dan belajar dari kesalahan-kesalahannya serta memperbaiki langkah yang akan diambil selanjutnya.
13.  Terminasi. Pada tahap ini konseli menyimpulkan apa yang telah diperolehdari konseling kelompok ini.
14.  follow up

C.     Kondisi perubahan
Kondisi perubahan terdiri atas :
1.      Tujuan umum
·         Memperbaiki dan mengubah sikap, persepsi, cara berfikir, keyakina dan pandangan-pandangan yang irrasional dan ilogis menjadi rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan diri, meningkatkan aktualisasinya seoptimal mungkin melalui perilaku kognitif dan afektif  yang positif
·         Menghikangkan gangguan emosional yang merusak diri sendiri, seperti : rasa benci, rasa takut, rasa bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, wawas, dan marah sebagai konsekuensi keyakinan yang keliru dengan jalan mengajar dan klien untuk menghadapi kenyataan-kenyatan hidup secara rasional dan membangkitkan keperayaan, serta nilai-nilai kemampuan diri sendiri.
2.      Tujuan khusus
·         Self –interest-social interest
Yaitu memberikan kemungkinan kepada klien untuk mereorganisasikan persepsinya yaitu terhadap dirinya sehingga menumbuhkan diri sekaligus minat sosial individu
·         Self-direction
Yaitu mendorong klien untuk menarahkan dirinya sendiri dalam arti bahwa klien harus menghadapi kenyataan hidup dengan tanggung jawab sendiri
·         Tolerance
Yaitu mendorong dan membangkitkan rasa toleransi klien terhadap orang lain.
·         Acceptance of uncertainly
Yaitu memberikan pemahaman yang rasional kepada klien untuk menghadapi kenyataan-kenyataan hidup secara logis dan tidak emosional.
·         Flexible
Yaitu mendorong klien agar luwes dalam bertindak secara intelektual, terbuka terhadap suatu masalah sehingga dapat diperoleh cara-cara pemecahannya yang mendatangkan kepuasan kepada klien sendiri.
·         Commitment
Yaitu membangkitkan sikap objektivitas dan komitmen klien untuk menjaga keseimbangan dalam lingkungannya.
·         Scientific thinking
Yaitu berfikir rasional dan objektif, bukan hanya terhadap orang lain melainkan juga terhadap dirinya.
·         Risk thinking
Yaitu mendorong dan membangkitkan sikap keberanian dalam diri sendiri (klien) untuk mengubah nasibnya melalui kehidupan nyata. Keberanian ini penting untuk menanamkan kepercayaan dalam diri konseli untuk menghadapai masa depan.
·         Self-acceptance
Penerimaan diri terhadap kemampuan dan keyakinan diri sendiri dengan rasa gembira dan senang.

D.    Mekanisme perubahan
Dimensi
Tahap Pengenalan
Tahap Pelaksanaan
Tahap Akhir
Pengembangan Tugas dan Tujuan
Tugas kuncinya adalah untuk mengajarkan teori A-B-C tentang bagaimana mereka menciptakan dan mengatasi beban mereka. Bagaimana mereka mengetahui kepercayaan irrasional mereka dan bagaimana mereka melawan kepercayaan mereka yang salah. Anggota kelompok perlu mempelajari bahwa situasi mereka tidak menyebabkan gangguan emosi, nemun kepercayaan mereka tentang situasi tersebut yang menyebabkan masalah timbul. Jadi, mengubah kepercayaan adalah cara untuk mengatasi masalah.
Kelompok berfokus pada mengenali dan melawan. Anggota sangat diharuskan untuk belajar bahwa jika kehidupan tidak sesuai dengan keinginannya, bukanlah suatu bencana besar dalam hidupnya. Berdasarkan asumsi penolakan diri, anggota menyatukan kepercayaan berdasarkan realitas, juga belajar bermacam cara untuk meneruskan tantangan musturbatory philosophy.
Tujuan akhirnya adalah agar anggota kelompok dapat menginternalisasikan kepercayaan irrasional menjadi kepercayaan atau pandangan rasional. Fase ini adalah salah satu reinforcement dari proses belajar untuk mengganti pola lama yang menitikberatkan pada pembelajaran seseorang mengenai self management. Hai ini penting untuk para anggota dengan cara berkomitmen pada dirinya sendiri untuk melanjutkan usaha dan mempraktekkan tingkah laku baru di kehidupan nyata.
Aturan dan Tugas Pemimpin Kelompok
Pemimpin kelompok menunjukkan kepada anggotanya bagaimana mereka menyebabkan penderitaannya sendiri dengan mengajarkan kepada mereka hubungan antara emosi dan gangguan tingkah laku serta kepercayaan mereka. Pemimpin kelompok mengajarkan bagaimana cara mengurangi kepercayaan irasional dan cara merubahnya menjadi kepercayaan rasional.
Pemimpin kelompok mengkonfrontasi kelompok dengan propaganda yang harus diterima anggota kelompok tanpa pertanyaan dan mereka harus melanjutkannya dengan cara mendoktrin dirinya sendiri. Pemimpin berusaha untuk memodifikasi pola pikir anggotanya dengan menantang mereka berdasarkan asumsi dasar tentang realita.
Terapis melanjutkan dengan berperan sebagai guru dengan menunjukkan kepada anggotanya metode untuk mengontrol diri, memberi mereka tugas rumah yang dapat mengembangkan keaktifan praktek di dunia nyata dan memperbaiki pola-pola yang salah. Pemipin terus memberika semangat kepada anggota untuk terus menggunakan metode self help untuk meneruskan perubahan dirinya.
Aturan Anggota Kelompok
Anggota kelompok harus disiplin dan bekerja keras pada semua sesi, baik diluar maupun didalan kelompok untuk proses belajar dengan cara praktek dan melakukan langsung, anggota kelompok harus menyadari bahwa merekalah yang menyebabkan gangguan dalam diri mereka dan mereka pula yang harus mengatsinya.
Anggota belajar untuk menganalisa, mengungkapkan dan berdebat dengan menggunakan metode ilmiah untuk mengajukan pertanyaan mereka tentang sistem kepercayaan. Anggota bertanya pada dirinya ”Apa bukti yang memperkuat pandangan saya?” dan mempelajari kepercayaan rasional yang baru. Mereka belajar bagaimana  untuk mebicarakan disfungsional, self defeating, dan self talk. Anggota membawa aktifitas yang berdasarkan tugas rumah sebagai suatu cara untuk menantang kepercayaannya.
Anggota kelompok mengintegrasikan apa yang telah mereka pelajari dan kemudian membuat rencana-rencana agar mereka dapat mempraktekkan cara mengatasi self defeating dan emoting di luar kelompok. Mereka melanjutkan dengan memberikan dirinya sendiri tugas kognitif, emotive dan behavioral setiap hari. Mereka memperoleh filosofi hidup yang lebih rasional dan lebih efektif yang mengantarkan mereka menghadapi tantangan dengan penuh percaya diri.
Teknik
Metode pendidikan: menggunakan tape, buku dan literatur; sugesti; pemberian informasi; interpretasi; balikan dan dukungan kelompok; konfrontasi direktif; filosofi didaktif dan tindakan berdasarkan metode. Konselor melibatkan sejumlah besar teknik kognitif, emotif dan behavioral untuk disesuaikan dengan kebutuhan klien.
Kecepatan dan kekuatan teknik yang menitik bertakan pada faktor-faktor kognitif yang yang digunakan, termasuk persuasi tugas rumah, desentisisasi, role playing, modeling dan imitation, behaviour rehearsal, pengontrolan pikiran dan emosi, balikan dan dukungan kelompok, kognitif restrukturing dan latihan asertif.



BAB  3
PENUTUP

Kesimpulan
1.      Pendekatan konseling rational emotif behaviour terapi adalah pendekatan yang menekankan pada proses kognitif dan juga menekankan pada tujuan insight.
2.       Pembentukan kelompok pada pendekatan konseling REBT yaitu, Konselor mengumpulkan sekelompok siswa yang mempunyai masalah relative sama kemudian menciptakan terjadinya raport, memulai diskusi pribadi, mendeteksi perasaan konseli, merefleksikan perasaan konseli, menghubungkan diskusi perasaan dengan tujuan konseli, mendefinikan tujuan konseling, membantu konseli memantau perkembangan mereka, membantu konseli mendefinisikan tujuan khusus, membantu konseli menjadi lebih baik, membantu konseli memahami kemampuan interpersonal untuk perubahan tingkah, membantu konseli mengkomunikasikan tujuannya pada orang lain, berbagi keberhasilan, terminasi, dan follow up.


 DAFTAR PUSTAKA
Fauzan,lutfi.’Pendekatan-Pendekatan Konseling Individual’.Elang Mas Malang, 115-116.
Gibson.1981. Introduction to Guidance.macmilan Publishing Co Inc. New York
Corey, gerald.2004. Theory & Practice Of Group Counseling.Thomson Learning Academic Resource Center.
Ramli. 1999.Pendekatan berpusat pada pribadi. Universitas negeri malang.
Sidney B. Simon & Leland W. Howey.2007. http://www.sntp.net/education/values_clar.htm, diakses tanggal 20 September 2008.

Tidak ada komentar: