Rabu, 20 Oktober 2010

MACAM-MACAM RISET KUALITATIF

Oleh
Fahmi Faqih Ardiansyah
A. Riset Etnometologi
1. Definisi
• Etnometodologi berupaya untuk memahami bagaimana masyarakat memandang, menelaskan dan menggambarkan tata hidup mereka sendiri.
• Etnometodologi sebagai studi tentang praktk social keseharian yang diterima secara taken for granted,sebagai pengungkapan terhadap dunia akal sehat, dunia yang digeluti individu
2. Fokus Studi
• Sosiologi
• Orang-orang dalam berbagai macam situasi pada masyarakat kita.
3. Teknik Pengumpulan Data
• Eksperimen
• Observasi
• Analisis dokumen
• wawancara
4. Teori
etnmetodologi jelas memiliki hubungan yang erat sekali dengan metode penelitian kualitatif itu sendiri. Dalam kerangka penelitian kualitatif, etnometodologi diposisikan sebagai sebuah landasan teoritis dala metode tersebut (Maleong, 2004,14,24).

B. Interaksi Simbolik
Teori interaksionisme-simbolik dikembangkan oleh kelompok The Chicago School dengan tokoh-tokohnya seperti Goerge H.Mead dan Herbert Blummer. Awal perkembangan interaksionisme simbolik dapat dibagi menjadi dua aliran / mahzab yaitu aliran / mahzab Chicago, yang dipelopori oleh oleh Herbert Blumer, melanjutkan penelitian yang dilakukan George Herbert Mead. Blumer meyakini bahwa studi manusia tidak bisa diselenggarakan di dalam cara yang sama dari ketika studi tentang benda mati. Peneliti perlu mencoba empati dengan pokok materi, masuk pengalaman nya, dan usaha untuk memahami nilai dari tiap orang. Blumer dan pengikut nya menghindarkan kwantitatif dan pendekatan ilmiah dan menekankan riwayat hidup, autobiografi, studi kasus, buku harian, surat, dan nondirective interviews. Blumer terutama sekali menekankan pentingnya pengamatan peserta di dalam studi komunikasi. Lebih lanjut, tradisi Chicago melihat orang-orang sebagai kreatif, inovatif, dalam situasi yang tak dapat diramalkan. masyarakat dan diri dipandang sebagai proses, yang bukan struktur untuk membekukan proses adalah untuk menghilangkan inti sari hubungan sosial.[1] Menurut H. Blumer teori ini berpijak pada premis bahwa (1) manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna yang ada pada “sesuatu” itu bagi mereka, (2) makna tersebut berasal atau muncul dari “interaksi sosial seseorang dengan orang lain”, dan (3) makna tersebut disempurnakan melalui proses penafsiran pada saat “proses interaksi sosial” berlangsung. “Sesuatu” – alih-alih disebut “objek” – ini tidak mempunyai makna yang intriksik. Sebab, makna yang dikenakan pada sesuatu ini lebih merupakan produk interaksi simbolis.[2] Bagi H. Blumer, “sesuatu” itu – biasa diistilahkan “realitas sosial” – bisa berupa fenomena alam, fenomena artifisial, tindakan seseorang baik verbal maupun nonverbal, dan apa saja yang patut “dimaknakan”. Sebagai realitas sosial, hubungan “sesuatu” dan “makna” ini tidak inheren, tetapi volunteristrik. Sebab, kata Blumer sebelum memberikan makna atas sesuatu, terlebih dahulu aktor melakukan serangkaian kegiatan olah mental: memilih, memeriksa, mengelompokkan, membandingkan, memprediksi, dan mentransformasi makna dalam kaitannya dengan situasi, posisi, dan arah tindakannya. Dengan demikian, pemberian makna ini tidak didasarkan pada makna normatif, yang telah dibakukan sebelumnya, tetapi hasil dari proses olah mental yang terus-menerus disempurnakan seiring dengan fungsi instrumentalnya, yaitu sebagai pengarahan dan pembentukan tindakan dan sikap aktor atas sesuatu tersebut. Dari sini jelas bahwa tindakan manusia tidak disebabkan oleh “kekuatan luar” (sebagaimana yang dimaksudkan kaum fungsionalis struktural), tidak pula disebabkan oleh “kekuatan dalam” (sebagaimana yang dimaksud oleh kaum reduksionis psikologis) tetapi didasarkan pada pemaknaan atas sesuatu yang dihadapinya lewat proses yang oleh Blumer disebut self-indication. [3] Menurut Blumer proses self-indication adalah proses komunikasi pada diri individu yang dimulai dari mengetahui sesuatu, menilainya, memberinya makna, dan memutuskan untuk bertindak berdasarkan makna tersebut. Dengan demikian, proses self-indication ini terjadi dalam konteks sosial di mana individu mengantisipasi tindakan-tindakan orang lain dan menyesuaikan tindakannya sebagaimana dia memaknakan tindakan itu. [4] Lebih jauh Blumer dalam buku yang sama di halaman 78 menyatakan bahwa interaksi manusia dijembatani oleh penggunaan simbol-simbol, oleh penafsiran, dan oleh kepastian makna dari tindakan orang lain, bukan hanya sekedar saling bereaksi sebagaimana model stimulus-respons. Selain menggunakan Interaksionis Simbolik, kasus Sampit bisa didekati dengan metode Hermeneutik. Hermeneutik dapat didefinisikan sebagai suatu teori atau falsafah yang menginterpretasi makna. Pada dasawarsa ini, Hermeneutik muncul sebagai topik utama dalam falsafah ilmu sosial, seni dan bahasa dan dalam wacana kritikan sastera yang mempamerkan hasil interpretasi teks sastera. Perkataan Hermeneutik berasal dari dua perkataan Greek: hermeneuein, dalam bentuk kata kerja bermakna ”to interpret” dan hermeneia, dalam bentuk kata nama bermakna ”interpretation”. Kaedah ini mengutamakan penginterpretasian teks dalam konteks sosiobudaya dan sejarah dengan mendedahkan makna yang tersirat dalam sesebuah teks atau karya yang diselidiki. Dokumen awal menjelaskan bahawa seorang ahli falsafah, iaitu Martin Heidegger menggunakan kaedah Hermeneutik pada tahun 1889-1976. Walau bagaimanapun, Hermeneutik telah mula dipelopori oleh Schleimarcher dan Dilthey sejak abad ke-17 dan diteruskan oleh Habermas, Gadamer, Heidegger, Ricoeur dan lain-lain pada abad ke-20. Menurut Mueller (1997), Hermeneutik adalah seni pemahaman dan bukan sebagai bahan yang telahpun difahami. Hermeneutik juga adalah sebahagian daripada seni pemikiran dan berlatarkan falsafah. Oleh itu, untuk melakukan penginterpretasian terhadap ilmu pengetahuan tentang bahasa, maka adalah penting untuk memahami ilmu pengetahuan individu. Tetapi, pada hakikatnya adalah mustahil untuk menganalisis aspek-aspek psikologi seseorang itu. Kejayaan seni penginterpretasian bergantung kepada kepakaran linguistik dan kebolehan memahami subjek yang dikajinya

C. Riset Fenomenologis
1. Definisi
• Suatu penelitian yang bertujuan untuk memahami respon dari suatuunit tertentu secara utuh termasuk interaksinya dengan lingkunan sekitarnya.
• Suatu studi tentang kesadaran dari perspektif pokok dari seseorang.
• Pandangan berpikir yang menekankan pada focus kepada pengalaman-pengalaman subjektif manusia dan interpretasi-interpretasi dunia.
2. Fokus Studi
• Dalam bidang social budaya.
• Psikologi, sosiologi dan pekerjaan social.
• Memahami fenomena-fenomena yang melingkupi subjek yang diamatinya, ehingga yang ditekankan adalah aspek subjektif dari perilaku seseorang.
• Pemahaman terhadappengalaman subjektif atas peristiwa dan kaitan-kaitannya yang melingkupi subjek.
• Menekankan pada focus kepada pengalaman-pengalaman subjektif manusia dan interpretasi-interpretasi dunia
3. Teknik Pengumpulan Data
• Pengamatan
• Wawacara
• Penggunaan dokumen
4. Teori
• Berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang yang berada dalam situasi-situasi tertentu.
• Pada makhluk hidup tersedia berbagai cara untuk menginterpretasikan pengalaman melalui interaksi dengan orang lain dan bahwa pengertian pengalama kita lah yang membentuk kenyataan.
• Fenomenologi boleh dikatakan menolak teori. Fenomenologi sedikit alergi teori. Pendekatan ini lebih menekankan rasionalisme dan realitas budaya yang ada yang menitik beratkan pandangan warga setempat. Realitas dipandang lebih penting dan dominan disbanding teori-teori melulu.

D. Riset Etnografi
1. Definisi
• Etnografi berasal dari kata ethno yang berarti bangsa, graphy berarti menguraikan/menggambarkan.
• Etnografi merupakan ragam pemaparanpenelitian budaya untuk memahami cara orang berinteraksi dan bekerjasama melalui fenomena yang teramti dalam kehidupan sehari-hari.
• Penelitian dimaksudkan untuk memahami budaya atau aspek kebudayaan dalam kehidupan social masyarakat.
• Ethnographi merupakan salah satu model penelitian yang lebih banyak terkait dengan anthropologi yang mempelajari peristia cultural yang menyajikan pandngan hidup suye yang menjadi objek studi
2. Fokus Studi
• Penekanan pada penelitian ethnography adalah pada studi keseluruhan budaya.
• Untuk meneliti masyarakat sederhana, mayarakat kompleks.
• Studi ini akn terkait bagaimana subyek berfikir,dan berperilaku.
• Mengenai cara hidup serta berbagai aktiitas social dan berbagai benda kebudayaan dari suatu masyarakat.
3. Teknik Pengumpulan Data
• Untuk memperoleh data yang obyektif maka peneliti harus tinggal di dalam komunitas yang ditelitinya.
• Teknik survey
• Pengamatan berperan serta
• wawancara
4. Teori
• Etnography memandang budaya bukan semata-mata sebgai produk, melainkan proses.
• Hal ini sejalan dengan konsep Marvin Harris bahwa kebudayaan akan menyangkut nilai,motif, peranan moral etik dan maknanya sebagai sebuah system social.
• Menurut Spradley (1997;5) Etnography harus menyangkut hakikat kebudayaan, yaitu sebagai pengetahuan yang diperoleh, yang digunkan orang untuk menginterpretasikan pengalaman dan melahirkan tingkah laku social. Itulah sebabnya Etnography akan mengungkap seluruh tigkah laku social budaya melalui deskripsi yang holistic karena kebudayaan merupakan hasil belajar manusia

E. Hermeneutik
1. Definisi
Hermeneutik yang dalam istilah sehari-hari diartikan sebagai interpretasi atau penafsiran
2. Fokus Studi
Di dalam sejarah perkembangannya, ilmu-ilmu alam atau natural science - yang berkaitan erat dengan scientific method, objectivity, dan rationality - juga melibatkan unsur-unsur hermeneutik
3. Teknik Pengumpulan Data
Pendekatan hermeneutik ini pada awalnya banyak digunakan oleh para
agamawan, sejarawan dan ahli hukum. Mereka ini menafsikan apa yang ada
dalam naskah (kitab suci, artefak atau kitab undang-undang) sesuai masalah
yang dihadapinya dengan membangun argumentasi sendiri. Paradigma
hermeneutik, meskipun dapat dikatakan satu kategori dengan paradigma
fenomenologik, mempunyai sejumlah ketentuan yang berbeda. Kebenaran
ilmiah dalam paradigma ini tidak analitik maupun holistik, melainkan sintetik
yaitu memadukan pendapat yang berlawanan (tesis dan antitesis). Kebenaran
dinyatakan dalam bentuk interpretatik, yaitu penafsiran yang didasarkan pada
keyakinan tertentu. Pendekatan yang dilakukan tidak berupa deduktif atau
induktif, melainkan sinkretik, yaitu menggunakan berbagai pandangan dan
praktek. Seorang pengacara dalam membela kliennya, tidak hanya menafsirkan
hukum dari aspek legal saja (secara deduktif membangun kesimpulan dari
kasus), melainkan berusaha memasukkan aspek moral, sosial dan politik,
sehingga diharapkan dapat menjadi suatu keputusan jurisprudensi tersendiri.
Data dan informasi yang dikumpulkan tidak dari latar laboratorik maupun
empirik, melainkan dengan cara empatik yaitu data yang diperoleh dengan
membangun kepedulian dengan adanya getaran yang bermakna. Kebenaran
diperoleh melalui penafsiran yang tidak memihak, meskipun dilandasi oleh
prasangka dan adanya pengetahuan awal. Setiap pengacara akan bertolak
dari azas praduga tidak bersalah sebagai suatu kebenaran. Dia berlindung
dibalik azas ini tanpa “kelihatan” memihak kepada klien yang dibelanya.
Kebenaran yang diusahakan adalah kebenaran yang dapat diterima oleh
mereka yang berkepentingan. Kebenaran ini tidak bersifat bebas nilai

4. Teori
Pada awalnya merupakan metode penelitian dalam human sciences. Penerapan hermeneutik dalam human sciences ini diawali oleh F. Schleiermacher dan W. Dilthey, yang kemudian dikembangkan lagi oleh beberapa pemikir sesudahnya seperti Heidegger dan Gadamer. Beberapa teori dalam ilmu-ilmu alam, misalnya dalam fisika kuantum dan kosmologi, sebenarnya perupakan hasil interpretasi-interpretasi para ilmuwan yang dalam sejarahnya dapat digantikan oleh interpretasi-interpretasi baru atau yang oleh Kuhn disebut sebagai pergeseran paradigma dalam ilmu pengetahuan. (http://www.erlangga.co.id/index.php?option=com_content&task=view&id=354&Itemid=336)

Filsafat hermenetik dikembangkan oleh filosof Jerman Wilhelm Dilthey
(Bleicher, 2003: 17; Eichelberger, 1998: 7), dalam usaha mencari kebenaran
dengan menafsirkan makna atas gejala yang ada. Sejarawan akan menafsirkan
legenda, artefak atau berbagai naskah kuno berdasarkan perspektif terkini.
Seorang ahli tafsir agama akan berusaha menelaah ayat-ayat dari kitab suci
dan memberikan makna berdasarkan kondisi yang berkembang sekarang.
Sedangkan seorang ahli hukum akan menafsirkan pasal dan ayat dalam kitab
hukum dan jurisprudensi dengan mempertimbangkan azas keadilan dan/atau
manfaat. Interprestasi atau penafsiran tersebut berlangsung dalam suatu
konteks tradisi. Implikasinya adalah bahwa ilmuwan sosial atau interpretator
harus telah memiliki pra-pemahaman atas objek ketika ia mengkaji objek
tersebut, sehingga tidak mungkin untuk memulai dengan sebuah pemikiran
netral (Bleicher, 2003: ix). Pengkajian atas objek itu harus dilakukan dengan
sungguh-sungguh, mendalam, teliti dan tepat agar dapat diterima oleh orang
lain yang melakukan pengkajian yang sama, dan kemudian dapat digabungkan
menjadi bangunan pengetahuan

F. Riset Grounded
1. Definisi
Grounded theory diartikan sebagai teori berdasar pada data, yaitu bertolak dari data yang diperoleh serta dianalisis dipakai sebagai landasan untuk mendapatkan teori (Leksono, 2008) Ini membawa pengertian dasar kalaulah grounded theory adalah tidak untuk memusatkan pada usaha membuktikan teori teori yang telah ada, namun lebih menekankan (de emphasis) sebagai langkah awal menemukan konsep yang relevan dengan konteks masalah yang dipelajari. Tentunya, perumusan teori berdasarkan data ini adalah satu cara untuk dapat mencapai teori yang sesuai dengan hasil penerapan yang diharapkan
2. Fokus Studi
Karakter utama pendekatan kualitatif ini adalah mengkedepankan makna, konteks dan perpektif emic, mementingkan kedalaman informasi daripada cakupan penelitian. Sehingga penelitian lebih berupa siklus dan proses pengumpulan data secara simultan (Leksono, 2008) Metode kualitatif pendekatan phenomenology dengan model grounded theory ini mengacu pada tingkah laku, tindakan, perbuatan, pelaksanaan, kegiatan; melalui hubungan timbal balik antar sesama manusia, antar peran-peran yang diambilnya dalam komunitas-komunitas organisasi dan up & down usahanya(Leksono, 2008)
3. Teknik Pengumpulan Data
pengumpulan data berlangsung, menurut perspektif emic dan perspektif ethic. Informasi emic yakni informasi yang disampaikan responden (sebagai aktor -subyek pelaku) menurut sudut pandang pelaku pasar itu sendiri, peneliti tidak memaksakan pandangannya sendiri. Peneliti melaksanakan tanpa generalisasi, tak berstruktur, seolah-olah pelaku studi tidak mengerti sedikitpun, sehingga dapat dapat memusatkan perhatian penuh pada konsep konsep atau makna yang termuat dalam data. Informasi ethic (pandangan pelaku studi) adalah data yang diinterpretasi berdasar sudut pandang pelaku studi, karena terdapat alasan penting untuk memperoleh data & informasi tertentu, yang bersumber dari pertanyaan, wawancara dan observasi yang directive. Namun pula, ketika harus dikonstruksi sebuah teori (baru) maka terhadap data yang bersifat emic (pandangan aktor- subyek informan) tersebut memerlukan pengolahan, analisis, interpretasi – pemaknaan tertentu berdasar teori, metode pelaku studi ; maka perspektif yang sedemikian ini adalah bersifat ethic(Leksono, 2008)
4. Teori
• Teori yang merupakan hasil dari kajian data yang merumuskan keterkaitan fenomena yang dapat menjelaskan kondisi yang relevan di lapangan dilakukan pengulangan sejak pada proses pengumplan data sampai menghasilkan proposisi hingga merasa jenuh.
• Melalui Grounded Theory, berarti budaya dbiarkan bekembang sejalan dengan zamannya. Perkembangan justru akan menantang lahrnya teory baru. Dengan kata lain enelitian budaya dengan grounded teori bukan mengejar pembuktian teori yang telah ada, melainkan menghimpun data untuk diciptakan teori.
• Penelitian kualitatif dalam paradigma phenomenology berusaha memahami arti (mencari makna) dari peristiwa dan kaitan-kaitannya dengan orang-orang biasa dalam situasi tertentu (Leksono, 2008)
• Phenomenology, yang lebih tepat sebagai gerakan pemikiran filsafat daripada aliran filsafat adalah gerakan yang dirintis oleh Edmund Husserl di Jerman menjelang abad ke-19, dapat diartikan sebagai upaya studi tentang pengetahuan yang timbul karena kesadaran ingin mengetahui. Secara etimologis, berasal dari kata phenomenon (singular), dan bentuk jamaknya adalah phenomena, artinya ’gejala’, dapat diartikan sebagai suatu tampilan sesuatu object, peristiwa kejadian ataupun kondisi-kondisi menurut persepsi) ; esensinya adalah pendekatan kualitatif terhadap gejala dan/atau realitas yang diteliti. (Leksono, 2008)
G. Riset Feminis/Gender
1. Definisi
Perspektif feminis sebagai alat penting guna mengidentifikasi masalah ketimpangan gender yang ada di masyarakat dan juga dalam proses analisa temuan data Penelitian yangSementara di sisi lain penelitian feminis justru percaya bahwa keberpihakan itu sangat penting, dan bahwa tidak ada penelitian yang benar-benar dapat dikatakan objektif—bebas dari subjektifitas penelitinya. Keberpihakan pada perempuan penting untuk menyingkap ketidakadilan gender yang selama ini lebih banyak merugikan perempuan(WRI, 2007)
2. Fokus Studi
Metodologi penelitian feminis sebenarnya bertujuan untuk mengungkap suara dan pengalaman perempuan baik sebagai individu maupun sebagai kolektif. Berikutnya yaitu penelitian yang mampu mengangkat keberagaman suara dan pengalaman perempuan tersebut. Penelitianfeminis ini yaitu penelitian yang menghindari atau tidak mau menggeneralisasi perempuan-perempuan atau sebuah kejadian atau sebuah pengalaman itu (Paramadina, 2007)
3. Teknik Pengumpulan Data
studi kasuswawancara mendalam bahwa metodelogi penelitian feminis
adalah kajian metode dan praktek penelitian, penginvestigasi, pengumpulan bukti dalam prosesmencari pengetahuan dan pembentukan teori di mana nilai-nilai dan pengalaman perempuan diperuntukkan sebagai sebuah pengetahuan yang paling mudah(Paramadina, 2007)
4. Teori
Feminisme adalah cara pandang yang menempatkan perempuan sebagai manusia. Mereka mencoba menjawab persoalan-persoalan perempuan yang tidak bisa dijawab oleh pemikir sosial pada saat itu. Muncullah aliran feminis liberal untuk mendorong perempuan agar memiliki kesempatan yang sama di lingkup publik. Feminisme muncul pada abad 18 (Mary W.) sebagai reaksi atas kondisi saat itu yang hanya menempatkan perempuan di sektor domestik dan tidak ada hukum yang berpihak pada perempuan, termasuk dalam pendidikan. Jadi, isu persamaan pendidikan dan yang berkeadilan hukum menjadi titik tolak perjuangan feminis liberal dan hal itu masih berlaku sampai sekarang. Selanjutnya, Angel, melihat dari prasejarah sampai produksi perempuan tertinggal dari sisi ekonomi (Feminis sosialis) dan hal itu masih relevan dengan kondisi hari ini Feminis multikultural akan dijadikan sebagai alat analisis: kita memiliki nilai lokal yang berbeda dengan Jakarta. Misalnya, di Papua, jika suami mati, maka istri harus mengubur diri di lumpur. Feminis multikultural: menghargai nilai lokal dengan memegang nilai-nilai universal yang tidak menindas. Ketika melihat masalah perempuan tidak linier akan tetapi berlapis-lapis. Perlu dipahami secara seksama bahwa masalah inti yang diperjuangkan kaum feminis adalah kedilan bukan gaya hidup.Feminisme selalu lahir sebagai respon terhadap realitas sosial yang meminggirkan perempuan. Walaupun yang tercatat adalah fenomena sosial yang ada di barat, namun realitasnya ada kesamaan secara kontekstual/kesejarahan di berbagai wilayah negara dunia. (WRI, 2007)
H. Riset Aksi dan Penelitian Tindakan Kelas
1. Definisi
Classroom action research (CAR) adalah action research yang dilaksanakan oleh guru di dalam kelas. Action research pada hakikatnya merupakan rangkaian “riset-tindakan-riset-tindakan- …”, yang dilakukan secara siklik, dalam rangka memecahkan masalah, sampai masalah itu terpecahkan. (supriyadi, 2008) Ada beberapa jenis action research, dua di antaranya adalah individual action research dan collaborative action research (CAR). Jadi CAR bisa berarti dua hal, yaitu classroom action research dan collaborative action research; dua-duanya merujuk pada hal yang sama. (supriyadi, 2008
• Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan ragam Penelitian pembelajaran yang berkonteks kelas yang dilaksanakan oleh guru untuk memecahkan masalah-masalah pembelajaran yang dihadapi oleh guru, memperbaiki mutu dan hasil pembelajaran dan mencobakan hal-hal baru pembelajaran demi peningkatan mutu dan hasil pembelajaran.
• Action research dipandang sebagai suatu cara untuk memberi ciri bagi seperangkat kegiatan yang direncanakan untuk meningkatkan mutu pendidikan; pada pokoknya ia merupakan suatu cara eklektik yang dituangkan ke dalam suatu program refleksi-diri (self-reflection) yang ditujuan untuk peningkatan mutu pendidikan.
• Action research adalah suatu bentuk Penelitian refleleksi-diri yang dilakukan oleh para partisipan (guru,siswa,atau kepala sekolah,) dalam situasi-situsi social (termasuk pendidikan) untuk memperbaiki rasionalitas dan kebenaran (a) preaktek-praktek sosial atau pendidikan yang dilakukan sendiri, (b) pengertian mengenai praktek-praktek ini, dan (c) situasi-situasi (dan lembaga-lembaga) di mana praktek-praktek tersebut dilaksanakan. (Carr dan Kemmis, 1996).
• action research adalah suatu pendekatan untuk memperbaiki pendidikan melalui perubahan, dengan mendorong para guru untuk memikirkan praktek mengajarnya sendiri, agar kritis terhadap praktek tersebut, dan agar mau untuk memperbaikinya.
• Penelitian tindakan merupakan intervensi praktik dunia nyata yang ditujukan untuk meningkatkan situasi praktis
2. Fokus Studi
Action research lebih bertujuan untuk memperbaiki kinerja, sifatnya kontekstual dan hasilnya tidak untuk digeneralisasi. (supriyadi, 2008
3. Teknik Pengumpulan Data
• Wawancara
• Pengamatan
• Pengamatan berperan serta
4. Teori
Model Kurt Lewin menjadi acuan pokok atau dasar dari berbagai model action research, terutama classroom action research. Dialah orang pertama yang memperkenalkan action research. Konsep pokok action research menurut Kurt Lewin terdiri dari empat komponen, yaitu : (1) perencanaan (planning), (2) tindakan (acting), (3) pengamatan (observing), dan (4) refleksi (reflecting). Hubungan keempat komponen itu dipandang sebagai satu siklus. Model Kemmis & Taggart merupakan pengembangan dari konsep dasar yang diperkenalkan Kurt lewin seperti yang diuraikan di atas, hanya saja komponen acting dan observing dijadikan satu kesatuan karena keduanya merupakan tindakan yang tidak terpisahkan, terjadi dalam waktu yang sama. (supriyadi, 2008)

I. Studi kasus profesi
1. Definisi
• Penelitian yang memberikan gambaran secara rinci tentang latar belakang, karakteristik yang khas dari kasus yang kemudian dijadkan suatu yang bersifat umum yang bertujuan mempelajari secara mendalam suatu fenomena tertentu
• Studi kasus adalah pendekatan yang memusatkan perhatian pada suatu kasus secra intensif dan rinci (Surachman, 1982:143)
2. Fokus Studi
Mencoba untuk mencermati individu atau sebuah unit secar mendalam . Peneliti mencoba menemukan semua variable yang melatar belkangi timbulnya suatu perkembangan variable tersebut
3. Teknik Pengumpulan Data
• Dokumentasi
• Surat, memorandum dan pengumuman resmi Agenda , kesimpulan-kesimpulan pertemuan, dan laporan peristiwa tertulis lainnya, dokumen dministratif, proposal, laporan kemajuan dan dokumen-dokumen intern lainnya.
• Rekaman Arsip
• Rekaman keorganisasian, seperti bagan dan anggaran organisasi pada periode waktu tertentu, peta dan bagan karakteristik geografis suatu tempat, daftar nama dan komoditi lain yang relevan, data survai seperti rekaman atau data sensus yang terkumpul sebelumna yang berkaitan dengan masalah, reamn-rekamn pribadiseperti bu harian, kaleder dan dafar no.telefon.
• Wawancara
a. Wawancara yang bersifat open-ended, wawancara yang terfokus.
b. Wawancara yang terstruktur
• Observasi Langsung
• Perangkat Fisik
• Mengumpulkan data yang berkaitan dengan perangkat fisik seperti: peralatan tekonologi, alat atau instrument,pekerjaan seniatau beberapa bukti fisik lainnya.
• Observasi Partisipan
• Dimana peneliti tidak saja bertindak pasif, melainkan ikut mengambil peran dari orang yang ditelitinya
4. Teori
Studi kasus mempelajari, menerangkan atau menginterpretasikan suatu kasus dalam konteksnya secara natural tanpa adanya intervensi pihak luar.

J. Psikologi Ekologis
Paradigma psikologi ekologis merupakan salah satu model dalam penelitian kualitatif yang fokusnya berbeda dengan inquiri heuristik, etnometodologi dan interaksi simbolik yang semuanya merupakan derivasi dari aliran fenomenologi. Aliran psikologi ekologis lebih memfokuskan perhatiannya pada hubungan antara prilaku manusia dengan lingkungannya. Paradigma ini, sebagaimana Patton katakan, dikembangkan dengan berbasis pada teori bahwa setiap individu memiliki intrerdependensi dengan lingkungan sosialnya (Patton,1990: 77). Mereka mempengaruhi perubahan-perubahan sosial, sebagaimana mereka juga dipengaruhi oleh perubahan-perubahan tersebut. Dalam konteks ini John W Best menyatakan, bahwa fokus utama dalam penelitian yang dilakukan dengan menggunakan paradigma psikologi ekologis adalah mencari jawaban terhadap pertanyaan pokok, tentang bagaimana upaya-upaya setiap individu untuk mencapai tujuan-tujuan melalui prilaku yang spesifik dalam lingkungan yang spesifik (Best,1993: 189). Penelitian model ini banyak digunakan dalam penelitian psikologi dan atau ekologi.
Para peneliti memulai dengan sebuah teori serta penjelasan detail tentang posisi, peran dan kedudukan setiap individu dalam lingkungannya. Lalu mereka mengamati alur prilaku yang kemudian dianalisis sebagai sebuah tahapan untuk mencapai tujuan yang sudah diasumsikan akan tercapai. Penelitian ini akan menghasilkan gambaran tentang harapan dan tujuan yang hendak dicapai dari cita sebuah komunitas sosial, lalu mencatat dan menganalisis tindakan-tindakan nyata yang diarahkan untuk mencapai tujuan tersebut, serta arah yang tepat untuk ditempuh dalam upaya mencapai tujuan yang diharapkannya itu.
Unit analisis dari penelitian dengan model psikologi ekologis ini pada dasarnya adalah individual, yakni individu-individu dalam sebuah komunitas sosial. Akan tetapi para ilmuwan sosial juga sering memperluas unit analisisnya itu menjadi sebuah komunitas sosial, terutama dalam konteks penelitian evaluatif tentang pencapaian program-program yang telah dideskripsikan dari sebuah organisasi, atau sebuah komunitas sosial dalam upaya pengembangan masyarakat dengan melakukan berbagai perlakuan pada mereka. Penelitian bisa dilakukan untuk mengevaluasi perubahan-perubahan yang telah terjadi menuju cita idealnya, serta perlakuan-perlakuan apa yang seharusnya kemudian dikembangkan dalam upaya mencapai idealitas tersebut.
Di samping itu, paradigma psikologi ekologis juga biasa mengembangkan fokus pengamatan tentang seting prilaku masyarakat, kumpulan dan penyebaran empat-tempat, benda-benda, serta ritme dan pola pengaturan waktu dari wilayah dan masyarakat yang diamati, dan merupakan identitas dari lingkungan objek penelitian. Deskripsi tersebut, kendati diuraikan, namun bukan sebagai fokus utama, namun semata sebagai bahan-bahan pendukung yang amat diperlukan dalam upaya penggambaran pencapaian masyarakat menuju cita idealnya.
Penelitian kualitatif dengan model atau paradigma psikologi ekologis ini memang unik, karena diawali dengan paradigma kualitatif yang ditandai dengan deskripsi latar atau lingkungan tempat penelitian tersebut dilakukan, tentang tempat-tempat penting, benda-benda, pola pengaturan waktu serta seting prilaku dan kultur masyarakatnya. Namun ketika peneliti hendak mengetahui sampai dimana pencapaian perubahan masyarakat menuju cita idealnya, aspek-aspek apa yang pencapaiannya baik, dan aspek-aspek apa yang pencapaiannya lemah, serta faktor-faktor apa yang dominan mempengaruhi pencapaian tersebut, semua dianalisis secara numerik, dan bahkan mungkin dianalisis secara statistik. Hanya saja, paradigmanya diawali dengan paradigma kualitatif. Fokus penelitian psikologi ekologis ini adalah hubungan antara prilaku manusia dengan perubahan-perubahan lingkungan sosialnya. Dengan demikian, prosedur analisis statistik akan sangat banyak digunakan dalam penelitian model ini. Dan berbeda jauh dengan model fenomenologis yang menghendaki dan menuntut peneliti untuk melakukan pengamatan terlibat, bahkan melakukan perbuatan sebagaimana kelompok masyarakat yang diamatinya, khususnya dalam fenomena yang menjadi fokusnya. Dalam model terakhir ini, peneliti tidak ditunutut untuk melakukan pengamatan terlibat, cukup melakukan pengamatan yang tidak terlibat, bahkan peneliti bisa menggunakan questioner untuk memperoleh data yang diperlukannya, karena, data yang dibutuhkan adalah pencapaian prilaku menuju cita idealnya, bukan makna dari prilaku itu sendiri.
Nampaknya model ini banyak relevansinya dengan kultur penelitian pendidikan serta kepentingan pengembangan berbagai kebijakan dalam pendidikan, baik dalam konteks mengevaluasi implementasi kebijakan yang telah ditetapkan, maupun dalam upaya mengembangkan berbagai kebijakan baru, berbasis pada pencapaian serta permintaan masyarakat sendiri. Wilayah pendidikan yang relevan dengan model ini sangat variatif, bisa untuk evaluasi program-program pendidikan, mengassess permintaan masyarakat, mengevaluasi pelaksanaan kurikulum serta berbagai kebijakan internal lainnya.
7. Analisis Sistem
Salah satu model atau paradigma penelitian kualitatif dan diintrodusir, digunakan serta dikembangkan oleh para peneliti sosial adalah analisis sistem, yakni penelitian dengan fokus pada pola-pola hubungan sistemik antara satu fenomena dengan lainnya dalam kehidupan sosial. Tidak ada fenomena yang independen, dan tidak ada pula fenomena yang terjadi hanya dipengaruhi oleh satu faktor. Dengan demikian, penelitian yang hanya membatasi untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan dependennya, maka penelitian tersebut akan menghasilkan kesimpulan yang parsial, tidak holistik dan pasti tidak komprehensif. Oleh sebab itu, jika penelitian itu dilakukan untuk memperoleh gambaran holistik tentang sebuah fenomena serta keterkaitannya dengan fenomena lainnya, penelitian sosial tersebut perlu dilaksanakan dengan dibantu paradigma analsisi sistem yang melihat fenomena melalui cara pandang sistemik, yakni setiap kejadian dipengaruhi oleh kejadian sebelumnya, dan akan mempengaruhi kejadian sesuadahnya. Penelitian dengan fokus pola-pola hubungan tersebut biasa disebut dengan penelitian analisis sistem. Best mengatakan, bahwa pola pandang sistemik ini berusaha mencarai jawaban tentang bagaimana dan kenapa sistem ini berfungsi secara holistik (Best,1993: 189). Penelitian model ini dapat dilakukan oleh semua bidang ilmu, apakah antropologi, sosiologi, psikologi, atau lainnya dalam satu rumpun dan karakter keilmuan yang sama. Dengan kata lain model ini bisa digunakan secara interdisipliner.
Ada tiga argumentasi mengapa model ini dikembangkan dalam penelitian kualitatif, atau inkuiri naturalistik (Patton,1990: 78), yakni:
1. Perspektif sistem menjadi semakin penting dalam upaya memahami kenyataan yang kompleks, melihat sesuatu sebagai sebuah keseluruhan yang lekat dalam sebuah konteks, dan masih memiliki unsur-unsur keseluruhan yang lebih besar.
2. Beberapa pendekatan terhadap penelitian sistem memperlihatkan arah pada model penelitian inkuiri naturalistik.
3. Orientasi sistem bisa sangat membantu dalam proses memahami data kualitatif.
Melalui tiga argumentasinya ini, Patton hendak menjelaskan bahwa realitas kehidupan dunia ini sangat kompleks, dan antara sebuah kenyataan dengan lainnya senantiasa memiliki hubungan-hubungan dialektis. Dengan demikian untuk melihat dan menggambarkan hubungan-hubungan tersebut harus dilakukan dengan model penelitian inkuiri naturalistik yang memiliki kecenderungan penelitian yang holistik. Tidak bisa hanya dengan pengukuran hubungan antara satu variabel dengan lainnya yang memiliki berbagai keterbatasan. Di samping itu, bahwa penelitian kualitatif ini amat membantu dalam menggambarkan hubungan antara satu kejadian dengan lainnya, dengan sebuah deskripsi yang rasional dapat difahami dan sangat masuk akal.
Ciri model penelitian perspektif sistem ini adalah berfikir holistik, tidak parsial dan tidak hanya melihat interkoneksi antara satu kejadian dengan lainnya, tapi penggambaran yang menyeluruh, dalam aspek-aspek yang memiliki interdependensi kuat, yang jika salah satunya mengalami perubahan maka akan membawa perubahan yang sama pada bagian lainnya. Bahkan lebih jauh Patton menegaskan, jika salah satu elemen mesin mobil tidak terpasang, maka mobil tersebut tidak akan bisa hidup dan tidak mampu mengangkut orang atau barang. Demikian pula jika salah satu bagian organ tubuh vital manusia ini tidak ada, dia tidak akan bisa hidup (Patton,1990: 79). Begitulah hubungan sistemik dalam kehidupan sosial.
Model penelitian perpsektif sistem ini senantiasa membutuhkan apa yang disebut Patton sebagai berfikir sintetis (Patton,1990: 79), sebagai antonim berfikir analitis. Jika dalam berfikir analitis, setiap bagian dari data keseluruhan itu dijelaskan, dalam berfikir sitetik diposisikan dalam jalinan sistem secara holistik. Kemudian, jika dalam berfikir analitis, setiap bagian itu dijelaskan, dalam berfikir sintetik penjelasan itu untuk keseluruhan bagian dalam jalinan sistem tersebut. Dan terakhir, jika dalam berfikir analitis, setiap bagian itu memperkuat akumulasi keilmuan sebagai sebuah kesimpulan, dalam berfikir sintetik, setiap bagian itu dijelaskan fungsi-fungsinya dalam membangun sistem secara keseluruhan. Berfikir sintetik melahirkan penjelasan tentang fungsi bukan struktur. Penelitian sistem menjelaskan mengapa sistem itu terjadi dalam jalinannya, bukan menjelaskan bagaimana sistem itu bekerja. Kendati pun demikian, berfikir sintetik juga akan lebih baik jika disertai berfikir analitik, sehingga penjelasan mengapa sistem itu terjadi dan bekerja dalam kehidupan nyata, juga dilengkapi dengan penjelasan bagaimana sistem tersebut bekerja.
Peneltin sistem ini bisa dilakukan dalam setiap bidang ilmu, termasuk dalam bidang pendidikan, karena pendidikan dikelola oleh sebuah organisasi yang terdiri dari banyak orang dan bekerja dalam tahapan-tahapan sistemik yang satu sama lain memiliki jalinan dialketis. Penelitian sistem perlu dilakukan untuk merumuskan model ikatan dan jalinan sistemik tersebut secara holistik, sehingga memperoleh gambaran utuh tentang sebuah pendidikan. Tidak cukup hanya dengan mengukur korelasi antara variabel independen dengan variabel dependent-nya, karena dalam setiap fenomena terlibat fenomena lain sebagai sebabnya, dan demkianlah seterusnya. Dengan penelitian korelasional akan diketahui besar kecilnya hubungan antar variabel, tapi terbatas hanya variabel yang diukurnya, sementara variabel lain tidak, apalagi bidal fenomena tersebut benar-benar fenomena yang tidak bisa dikategorisasi sebagai variabel.
Akhirnya, jika data yang dikehendaki itu adalah pola hububgan sistemik antara satu kejadian dengan lainnya, maka paradigma yang diguanakn adalah paradigma penelitian sistem yang menjelaskan hubungan sistemik atau ikatan dialektis antara satu kejadian dengan lainnya. Peneliti tidak perlu untuk melakukan observasi pertisipatif, cukup mengamati, ineview, dan melakukan analisis tentang ikatan jalinan antar berbagai sub sistemnya itu, sehingga bisa dijelaskan jalinan ikatan antar berbagai sub dalam sebuah sistem besar yang memiliki hubungan dialektik dan rasional.


Daftar Rujukan
Leksono, S. 2008. Paradigma Penelitian dalam Ilmu Ekonomi. (Online), (http://fe.wisnuwardhana.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=14&Itemid=20&limit=1&limitstart=4, diakses 10 Oktober 2008).
Paramadina. 2007. Diskusi Publik “Gerakan Pembaharuan Islam Dan Isu-Isu Gender”Auditorium Nurcholish Madjid. (Online), (http://209.85.175.104/search?q=cache:wsBvKMipzpwJ:www.psik-paramadina.org/id/files/notulensi%2520seminar%2520gender%2520%255Bsesi%2520I%255D.pdf+%22penelitian+feminis%22+kualitatif&hl=id&ct=clnk&cd=8&gl=id, diakses 10 Oktober 2008).
Supriyadi. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. (Online), (http://www.duniaguru.com/index.php?option=com_content&task=view&id=797&Itemid=88, diakses 10 Oktober 2008).
Sutrisno, Joko. 2005. Hermeneutik dalam Ilmu-ilmu Alam. Online)
,(http://www.erlangga.co.id/index.php?option=com_content&task=view&id=354&Itemid=336 diakses 10 Oktober 2008).
UNY. 2008. RANGKUMAN HAKIKAT PENELITIAN KUANTITATIF, kualitatif, DAN PENELITIAN TINDAKAN (ACTION RESEARCH) (Online), (http://209.85.175.104/search?q=cache:8SYqmqHncpAJ:www.uny.ac.id/akademik/sharefile/files/1911200784638_RANGKUMAN_HAKIKAT_PENELITIAN_KUANTITATIF.doc+penelitian+kualitatif+%22hermeneutik%22+teori&hl=id&ct=clnk&cd=8&gl=id, diakses 10 Oktober 2008).
UNY 2007 Hakekat penelitian
http://209.85.175.104/search?q=cache:VcoQpeEq2wkJ:www.uny.ac.id/akademik/sharefile/files/25102007130218_MPP_NOVI_lengkap.doc+penelitian+kualitatif+%22hermeneutik%22+teori&hl=id&ct=clnk&cd=20&gl=id
Women Research Institute (WRI). 2008. Pelatihan Penelitian Feminis “Dampak Otonomi Daerah terhadap Partisipasi Politik Perempuan dalam Politik Lokal”. (Online), (http://wri.or.id/?q=pelatihan-penelitian-feminis-dampak-otonomi-daerah-terhadap-partisipasi-politik-perempuan-dalam-poli, diakses 10 Oktober 2008).

Tidak ada komentar: